Leadership itu nanti
1 September 2014
Terus
terang, seolah – olah aku berada di silang jalan ketika aku kehilangan jati
diri trmasuk ego untuk menambah masa bakti ku ber-IPM. Disatu sisi juga aku
bingung karena usia yang telah pas pada Muktamar dan Musywil nanti, aku merasa ada
perlunya estafet kepemimpinana diberikan kepada kaum muda dan kuat dalam
menjalankan aktifitas dakwah ini. Ditambah aku sudah merasa cukup dengan ini
semua yang telah aku dapatkan, baik keluarga baru dan kehidupan baru. Mencoba
mandiri untuk menjadi insane yang tak senantiasa manja dan mengeluh dengan
kehidupan dunia. Disisi lain, keharuan
dan perasaan entahlah aku tidak bisa sebutkan satu persatu berkecamuk di dalam
diri saya karena sadar betapa aku seharusnya bersyukur dengan nikmat dan
karunia yang telah didapatkan saat ini.
Aku
tahu bahwa aku tak pernah bercita – cita untuk menjadi seorang Pimpinan Wilayah
Ikatan Pelajar Muhammadiyah apa lagi mendapatkan posisi strategis dalam
hidupku. Jabatan yang dipangku saat ini hanya sebuah integritas, keikhlasan dan
visi. Ujian demi ujian yang dihadapi dan nilainya akan ditentukan pada
keberanian mengambil sebuah keputusan. Pertimbangkan segala sesuatu secara
rasional dan obyektif setelah mendapat masukan dari sahabat dan rekan – rekan
mu. Tanyalah nurani dan hati kecilmu, itulah intitusi, dan kalu masih ragu –
ragu kembalikanlah kepada Yang Maha Kuasa. Putuskanlah atas nama-Nya karena
pada akhirnya kepada-Nya lahjua kelak akan kita pertanggungjawabkan keputusan
itu. Itulah yang terbaik.
Tidak
usah muluk – muluk dalam merencanakan dan melaksanakan perbaikan dalam diri.
Yang paling inti kita bangun adalah saling menjaga perasaan. Bangunlah
perasaan, kalau kita berhasil itu adalah monument dan penghargaan abadi bagi
kita dan generasi kita kelak. Kepercayaan yang diberikan kepada kita harus di
emban dengan sebaik mungkin. Tentunya tidak menunggu jawaban pasti. Ia tidak
member nasihat dan petunjuk macam – macam. Ia rasanya begitu percaya dan sangat
yakin pada tantangan yang harus mengghairahkan untuk maju tanpa ragu – ragu.
Apa
yang terjadi kemudian, semuanya sam sekali tidak pernah terbesit dalam mimpi.
Semuanya menaglir laksana air saja. Tanpa rekayasa dan perkiraan sebelumnya.
Tanpa mimpi. Sebuah fenomena yang kontradiktif. Banyak orang yang merebut hasil
besar karena mimpi, seperti kata Robert K. Greenleaf (The servant
Leadership-Kepemimpinan Pelayan), tidak banyak yang terjadi tanpa adanya mimpi.
Agar terjadi sesuatu yang besar harus ada mimpi yang besar. Di balik setiap
karya yang besar ada pemimpi dengan mimpi besar. Dan, untuk mewujudkan sesuatu
mimpi dibutuhkan lebih daripada sekadar adanya pemimpi. Namun berbagai rentetan
realias yang aku rengkuh dan raih kemudian, ternyata dating tanpe seberkas pun
mimpi. Sebuah realitas tanpa mimpi.
Comments
Post a Comment