Masih tentang Engkau, Mama
Insya Allah. Ini adalah akhir
penantianmu. Bunga Dg. Bollo
22 Oktober.
Hari bersejarah. Hari yang mana aku tidak membutuhkan apa-apa. Bukan karena aku
ekstrim terhadap anti perayaan tapi aku takut dengan hari ulang tahunku
sendiri. Tanggal itu sebagai momok dalam hidupku. Aku kembali tak kuasa. Hilang
kesadaran bahkan ada niat untuk merasa “tiada”. Aku masih trauma dengan sosok
seseorang yang selalu aku bayangkan.
“Assalamualaikum
Wr Wb, ma, apa kabar mu disana? Aku harap selalu seperti yang diharapkan. Ma,
doa kami sampai tidak? Tau tidak, kalau kami semua rindu dengan mu, kami selalu
saja membaca al-Qur’an sebagai sapaan salam dari kami. Ma’, tau tidak, kalau
kami dalam keadaan marah, selalu saja kami mengikuti jejak mu dengan memberi
sebuah senyuman. Ma’, tau tidak, kalau kami sedang sakit, kami selalu cepat
minum obat dan melakukan aktivitas apa saja, karena katamu penyakit itu akan
menjauh dengan segala gerak – gerik kita yang dilakukan dengan kuat, ikhlas dan
sabar itu dapat menyembuhkan penyakit, ia mengalahkan obat dari segala jenis
obat.
“Ma, tau
tidak, kalau kami lapar, kami selalu saja bersabar dan berdoa. Karena sesuai katamu itulah tanda
agar rezeki kita bisa datang. Ma, tau tidak, ketika wajahku mulai cemberut, keningku mulai bergelombang
dan gerak jalan ku menjadi keras dentuman guntur haliintar, kami selalu sadar
dengan tetap menghormati dan menghargai semua orang yang ada disekitar kita
baik dikenal maupun tidak, baik muda maupun tua sekalipun.
Ma, tau
tidak, aku terkadang tidak tahan dengan cobaan ini, semenjak ketiadaan mu, aku
menjadi orang yang sangat lemah, mudah marah dan cepat tersinggung. Ma, tapi,
aku selalu berusaha untuk mendengar dan memerhatikan orang lain agar kita tau
bagaimana perasaan seseorang terutama bagi mereka yang berusaha memahami kita.
Tapi ma’ terkadang aku menjadi orang yang seolah – olah tak punya iman. Aku
terkadang berkeinginan marah dengan Pemanggil dirimu lebih dulu. Tapi ma, aku
tetap ingat dengan pesanmu, Cobaan diberikan sesuai dengan kualitas iman, kuat
cobaannya maka bakal kuat juga tingkat keimanannya.
Ma’, aku mau
ikut dengan dirimu, karena seolah aku merasa sudah tidak berguna berada dalam
dunia ini tapi, Mama masih memberi kesan atas nasehat – nasehat yang selalu
tergiang didaun telingaku, “Beda zaman, beda peradaban, beda orang beda juga
cobaannya, masing – masing diberi garis kejayaan yang tersendiri.
Ma’, aku sudah tidak tahan dengan ini
semua. Tapi dirimu tak berkata, tapi aku cuma bisa merasakan jika mama seolah – olah menangis
atas ucapanku tadi. Oh tidak Tuhan, tidak, aku tidak mau memberikan tangisan
kepada mamaku. Aku belum memberikan sesuatu yang berharga dan membuatnya
tersenyum bangga atas segala usahaku.
Ma’, izinkan
aku sekali lagi, memulai hidup baru untuk menjadi anak sesuai harapan hidup mu.
Izinkan aku juga untuk menjadi anak yang dapat membanggakanmu sekaligus
mengharumkan namamu. Ma’ aku butuh berkat dan persetujuanmu, jika aku mau
memulai hidup baru ini dengan memulai dari titik nol. Yah, titik nol. Aku mau
hilangkan trauma masa lalu yang sangat mengecam diriku. Selama ini aku masih
belum menerima atas ketiadaan mu, tapi ma’, hari ini, 22 Oktober 2014 adalah
hari kelahiranku, dan tepat juga tanggal
3 tahun atas kepergianmu, aku redha atas ketentuan Allah SWT. Aku jalani
ini semua dan aku janji, aku tidak akan merayakan hari ulang tahun ku selain
hari peringatan kepergianmu untuk banyak-banyak mengirim doa, salam dan shalawat
nabi, al fatihah dan ayat – ayat al qur’an sehingga aku benar – benar yakin,
mama benar – benar telah mendapatkan kelapangan disana.
Anakmu Saparuddin Sanusi
Comments
Post a Comment