“Mengawal Penegakan Hukum Bagi Para Pelaku Abortus kriminalis, Mengamalkan Ilmu Pengetahuan Hukum”
“Mengawal
Penegakan Hukum Bagi
Para Pelaku Abortus kriminalis,
Mengamalkan Ilmu Pengetahuan Hukum”
Oleh: Saparuddin Sanusi
Derasnya arus globalisasi yang
sedang
dinikmati oleh seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia, sangat berpengaruh dalam merubah pola pikir bangsa, tapi
hal
yang menyayat hati adalah perubahan yang terjadi justru cenderung
mengarah
pada pengaruh negative ketimbang
positif. Sehingga memunculkan sejumlah permasalahan kompleks melanda
negeri ini. Salah satu dampak era globalisasi,
yang sangat meresahkan di mana
masyarakat telah mentransformasi budaya pola hidup
bebas
dari tanpa filter nalar agama yang cerdas.
Pola hidup budaya barat yang serba bebas itu memberikan dampak pada remaja sebagai generasi muda bangsa. Kita bisa menyaksikan baik itu melalui media
cetak atau elektronik,
bahwa dalam sehari ada banyak kasus kenakalan remaja
yang terjadi seperti free sex, pergaulan bebas, dan narkoba sudah menjalar hingga
ke pelosok desa. Dan yang paling miris
adalah banyaknya perempuan remaja yang
aborsi
akibat hubungan gelap dengan pasangan haram mereka.
Menurut dr Titik Kuntari MPH
dosen Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta, mengatakan
bahwa angka kejadian
aborsi di Indonesia
berkisar 2–2,6 juta kasus pertahun atau 43 aborsi untuk setiap 100
kehamilan. “Sekitar 30 persen di antara
kasus aborsi tersebut dilakukan oleh penduduk usia 15-24 tahun, (Senin, 29 Juni 2009). Survey dari BKKBN pada
tahun 2011 di 33 propinsi di Indonesia bahwa
63%
remaja di Indonesia
pada
usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual pranikah, ironisnya
21% diantaranya dilaporkan melakukan aborsi (depkes RI, 2011). Sedangkan data kasus aborsi yang tercatat di Komisi Nasional Perlindungan Anak meningkat pada
2012, yakni 121 kasus, dengan mengakibatkan delapan orang meninggal. Yang
pada tahun sebelumnya kasus aborsi tercatat hanya 86 kasus. "Ini berarti terjadi
peningkatan yang
cukup signifikan. Sebanyak 121 kasus aborsi itu dilakukan oleh
anak
SMA dan SMP
atau
di
bawah
18
tahun," kata Arist saat
ditemui di kantornya,
Rabu, 30 Januari
2013. (KOMPAS.CO, Jakarta)
Di
Makassar khususnya bulan ini tercatat ada 4 kasus aborsi yang berhasil di tangani oleh
polisi, dan pelakunya adalah remaja yang
masih berstatus
mahasiswa.
Menurut AKP dr Mauluddin
M Sp.F, M.Kes, M.H dalam
sebuah acara dialog kesehatan yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tentang
aborsi ditinjau dari hukum mengatakan bahwa yang
keempat kasus ini hanya sebagian kecil kasus aborsi yang terungkap, masih sangat banyak lagi kasus-kasus penemuan
mayat
bayi yang
tidak terungkap pelakunya. Dan kemungkinan
besar
pelakunya adalah
akibat dari
sex
bebas (Makassar, 5 November 2014).
Sejalan dengan maraknya pemberitaan keprihatinan tentang
aborsi, beberapa penawaran jasa aborsi juga semakin marak dipromosikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tulisan selebaran yang ditempel di dinding
toko, dinding rumah
penduduk atau di tiang-tiang
lampu merah (traffic light). Isi
dari tulisan itu adalah penawaran jasa
aborsi kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Tulisan tersebut memang tidak secara
terang-terangan menyatakan kata “aborsi” akan tetapi dari
bunyi kalimat yang dituliskan sudah cukup menyiratkan bahwa jasa yang
ditawarkan adalah jasa aborsi. Bunyinya antara lain “Jika Anda Terlambat Datang Bulan Hubungi ….” (nomor
HP tertentu). Sehingga
sulit untuk melacak keberadaan si pemilik
nomor
tersebut.
Selain itu, kebebasan oknum penjual obat pil untuk menggugurkan kandungan
juga
telah tersedia di berbagai tempat yang
bebas untuk diperjual-belikan. Hal ini yang selalu
dianggap
sepele oleh
pihak penegak hukum,
padahal inilah
cikal-bakal dari kehancuran generasi bangsa
kita. Kelonggaran itu akan mereka gunakan dan
mereka tidak akan jerah melakukan
hal haram itu.
Banyaknya jumlah aborsi yang terjadi dan banyaknya jasa aborsi yang bebas ditawarkan kepada
masyarakat, membuat masyarakat menjadi resah. Ini artinya
bahwa penegakan hukum masih sangat longgar. Padahal masalah aborsi ini telah diatur, baik dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, KUH Pidana, maupun Undang-Undang Kesehatan.
Tapi tindakan kriminal ini masih
tetap
terjadi di mana-mana. Olehnya itu, undang-undang yang telah dikeluarkan harus ditinjau
dan
dikaji kembali. Bisa jadi kebenaran
pendapat
masyarakat tentang aturan hukum
yang dianggap berbelit-belit dan saling tumpang-tindih satu sama lain itu benar adanya, sehingga banyak kalangan yang menyalah artikannya. Contohnya
saja
pada pasal 10 Kode Etik Kedokteran
Indonesia (Kodeki) meyebutkan bahwa “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.”
Kodeki ini jelas memberikan
pedoman
bahwa
dokter tidak boleh melakukan aborsi, sebab dokter Indonesia
harus melindungi insani
sejak pembuahan sampai dengan kematiannya. Dan pada Pasal 31 ayat (1) PP
Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi
disebutkan, “Tindakan aborsi hanya dapat
dilakukan berdasarkan:
indikasi kedaruratan medis;
atau kehamilan akibat perkosaan”.
Namun dalam prakteknya ternyata aturan ini disalah artikan oleh para remaja, mereka memang
tidak langsung
aborsi di rumah sakit. Tapi mereka menggunakan
jalan yang
cerdik dengan memakan obat khusus.
Setelah terjadi
pendarahan,
mereka mendatangi dokter untuk menanganinya. Yang lebih
lucunya lagi para
dokter mengetahui
bahwa gadis ini telah menggugurkan
kandungannya tapi
karena terikat aturan kode
etik kedokteran bahwa wajib menyimpan kerahasiaan
pasein maka
dokter tidak berhak untuk melaporkannya ke
pihak penegak hukum
karena mereka akan mendapatkan
sanksi
profesi dan
dapat dituntut balik oleh pasiennya.
Berdasarkan hal tersebut perlu seorang sarjana atau ahli hukum yang
mampu memahami kajian hukum tentang
masalah yang meresahkan ini secara
mendalam dan komperhensif. Dan saya sebagai ahli hukum guna
mengantisipasi
permasalahan hukum ini, banyak hal dapat saya
lakukan dengan, baik dengan berkarya di
pendidikan hukum untuk mendidik calon-calon
pendekar hukum,
berkarya di ranah
eksekutif (sebagai pelaksana undang-undang), ranah
legislatif
(pembuat undang-undang), ataupun berkarya di ranah yudikatif (sebagai bagian lembaga peradilan)
dalam menjaga dan mengawal penegakan
hukum yang ideal.
Comments
Post a Comment