Moralitas dan Spiritualitas
31 Agustus 2014
Moralitas dan Spiritualitas
Dua
kata, moralitas dan spiritualitas. Justru mengingatkan kita kepada perserikatan
Muhammadiyah secara signifikan terus menerus berjuang selama ini untuk
meningkatkan kualitas moral dan spiritualitas masyarakat. Kehadiran dan
perannya semakin terasa justru dibutuhkan ketika masyarakat dan pemerintah saat
ini sedang terinfeksi secara moral dan spiritual. Lemahnya akhlak dan iman
warga dan kelompok masyarakat bersama pemerintah yang membangun bangsa jelas
tercermin pada gaya hidup materialistis. Living style demikian mendewakan
materi memperbudak diri pada materi yang dikonsumsi melalui pemuasan nafsu
makan, minum dan pakai, juga melalui pemuasan kebutuhan nafsu-nafsu biologis,
khususnya seksual-hewani.
Merajalelanya kejahatan korupsi di
dalam institusi – institusi pemerintahan (eksekutif, legislative dan yudikatif)
dan lembaga – lembaga kepartaian dan keormasan menunjukkan rendahnya atau
bahkan rapuhnya akhlak moral dan iman spiritual kita di tengah kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain korupsi, kejahatan lain seperti
saling iri, dengki, benci dan dan bahkan kecenderungan untuk saling membalas
dendam semakin menjauhkan masyarakat atau rakyat dan pemerintah dari usaha
bersama secara nasional untuk mewujudkan keadilan dalam segala bidang demi
semakin terciptanya kesejahteraan yang menjadi tujuan nasional. Tanpa keadilan,
kehidupan kita bukan saja tercemar secara moral dan spiritual, melainkan juga
secara sosial, ekonomi, budaya, politik dan hukum.
Di dala suasana, situasi dan
atmosfir harus memiliki kekuatan sosial politik untuk menghadirkan ide – ide
cemerlang yang berkuatan moral dan spiritual yang dapat dijadikan amanah
bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Selain buah-buah pikiran yang berkuatan
moral dan spiritual sebagai amanah, kita jug aboleh mengharapkan program –
program operasional yang sepatutnya dan sepantasnya dapat dikerjakan demi
semakin terbebaskan masyarakat akibat kemalasan dan kebodohan sebagai penyakit
keturunan yang belum habis terbasmikan.
Din Syamsuddin mengatakan bahwa,
sesungguhnya sikap dan opini demikian jauh dari sikap dan opini reaksioner
terhadap das sein negative dari realitas obyektif hari ini harus ditinggalkan
demi suatu das Sollen positif dari realitas masa depan lebih baik yang harus
diraih. Nada kritis rasional Din Syamsuddin sangat menyentuh hati nurani dan
sekaligus menggugah serta menggugat setisp warga, terutama warga pejabat
pemerintahan atau pejabat negara, untuk mengubah diri masing – masing sebagai
langkah awal strategis untuk dapat mengubah nasib masyarakat dan bangsa.
Comments
Post a Comment