Berjalanlah
Jum’at,
29 Agustus 2014
Berjalanlah
Setiap
awal perkuliahan, saya selalu menekankan kepada para mahasiswa bahwa sol sepatu
mereka harus habis, aus, ketika perkuliahan final nanti.
“Habis
bagaimana?” biasanya ada mahasiswa yang bertanya begitu.
“orang
Makassar bilang pupusu;,” ucap saya, karena umumnya mereka belum mengerti maka
saya melanjutkan, “kalau kain hanya gesek-gesek dilantai berarti kian tidak
mendapatkan apa-apa cuali sau yang tidak berarti. Karena itu harus jalan.”
“Jalan
ke mana?”
Jalan
ke mana saja, jalan yang banyak. Dengan jalan banyak berarti banyak kalian
lihat. Dengan banyak melihat berarti banyak yang kalian ketahui. Ada yang tahu
Paotere? Terong? Kalimbu? Butung? Kayu Bangkoa?” ucap saya.
Saya tidak heran bila umumnya mereka
asing dengan tempat itu. Ada yang mengaku tidak tahu lantaran berasal dari
daerah lain. Mahasiswa yang dari kota Makassar malah terlihat bengong. “Saya
harap mulai dari sekarang kalian banyak berjalan, mencari tahu, mengunjungi
tempat – tempat seperti itu.”
“untuk
apa bro?”
“untuk
tahu. Untuk memperluas fokus lensa kalian. Untuk melihat diri orang lain. Untuk
melihat kehidupan di luar diri kalian. Lihat segalag yang tidak pernah kalian
lihat sebelumnya. Dengarkan suara yang tidak pernah lihat sebelumnya. Dengarkan
kalimat – kalimat para penjual ikan di Paotere. Dengarkan kalimat – kalimat
para penjual sayur di Pasar Terong. Dengarkan kalimat – kalimat orang perahu di
Kayu Bangkoa. Dengarkan kalimat – kalimat di Mal Panakkukang. Lihat kapal
terbang yang meninggalkan landasan. Lihat kapal laut yang meninggalkan dermaga.
Lihat bus angkutan umum yang meninggalkan terminal. Lihat langkah kakimu. Lihat
yang banyak. Sepatumu harus puppusu’!
Pertemuan
kuliah berikutnya, pertanyaan saya adalah bagaimana pengalaman jalan mereka
seminggu yang lalu. Ketika mereka menjawab bahwa ada yang kuyup diterpa hujan,
ada yang terjebak macet, mau muntah mencium bau amis, kesasar, diburu anjing,
saya percaya mereka telah memperlebar lensa kehidupan mereka. Ada pengalaman
baru. Ada pelajaran baru. Itu lebih bararti.
Seseorang
kawan dengan bangga menceritakan putranya yang kelas satu SMA menjadi “anak
,manis” dengan banyak berdiam diri dan di kamar. Saya percaya anak itu mungkin
tahu bahwa manusia tertinggi di dunia mungkin tahu bahwa manusia tertinggi
didunia adalah Bao Xishun 236 cm dan terpendekadalah Pingpang 73 cm. tapi dia
tidak pernah melihat seorang tua penjual perca di atas got Jl. Masjid Raya,
atau anak-anak yang menawarkan jasa membawa ikan di Paotere. Saya menduga, anak
itu jangan sampai tahu ada kuburan rasaksa seluas pulau di sakai, Jepang tapi
tidak tahu di mana rumah tante dan pamannya.
Maka
berjalanlah, berjalanlah.
Comments
Post a Comment